Selasa, 28 Juli 2009

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menguraikan cara kerja teknik atau metode pembelajaran tertentu. Tidak pula menawarkan teknik atau metode pembelajara baru tetapi lebih menekankan pada guru sebagai pemanfaat model-model pembelajaran yang telah tersedia dan telah diujicobakan. Sehingga guru tinggal memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang dianggap tepat sesuai karakter bidang studi masing-masing.


Berbagai teknik dan model pembelajaran telah tersedia baik dalam kurikulum KBK, KTSP, maupun kurikulum sebelumnya. Guru dapat memanfaatkan teknik atau metode yang tersedia sebagai upaya mengelola kelas yang diinginkan guru dan dan disenangi peserta didik. Hal ini demi terciptanya pembelajaran yang menyenangkan dengan dan hasil yang dicapai lebih maksimal.


Sedikit gambaran di atas membuktikan bahwa pemilihan teknik atau metode pembelajaran yang tepat sangat diperlukan. Kesalahan atau kekurangtepatan memilih metode akan berpengaruh pada 'kehidupan' pembelajaran dalam kelas. Ujungnya tujuan pembelajaran tidak dapat dicapai karena peserta didik merasa tidak nyaman sewaktu mengikuti proses pembelajaran. Apalagi bila guru tidak berupaya menggunakan metode yang bervariasi disesuaikan dengan Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh siswa akan menjadi penyebab utama kegagalan pembelajaran.



Maka tidaklah berlebihan bila dikatakan, kecakapan guru dalam memilih metode yang pas bisa dijadikan ukuran keberhasilan pembelajaran. Ke-pas-an metode tentu disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan pada situasi dan kondisi tertentu. Juga disesuaikan dengan kondisi peserta didik. Lalu bagaimana RPP yang sudah disiapkan oleh guru? Demi ketercapaian tujuan pembelajaran lebih baik guru mengubah haluan daripada memaksakan menerapkan metode yang kurang pas dengan psikis peserta didik. Bagaimanapun bila mental siswa kurang memungkinkan untuk belajar sangat susah dikondisikan dalam suasana pembelajaran. Oleh karena itu tidak salah kalau guru membawa RPP cadangan bila sewaktu-waktu didapati kondisi pembelajaran yang kurang kondusif meskipun tidak sesuai dengan rencana mengajar yang telah guru siapkan.


Hal ini membuktikan bahwa peranan guru tetap sentral sebagai pengelola kelas saat pembelajaran berlangsung. Bergantinya kurikulum tidak serta merta dapat memosisikan guru dalam posisi yang tidak pentang. Bagaimanapun siswa dituntut belajar mandiri bukan berarti guru boleh meninggalkan ruang kelas. Tetap kehadiran guru sebagai mitra belajar siswa sangat diperlukan.


Tentu saja kehadiran guru yang dimaksud bukan sekedar hadir dalam kelas tetapi dengan seperangkat persiapan yang telah dirancang sedemikian rupa, dengan metode yang terpilih, dan dengan persiapan cadangan apabila suasana belajar kurang memungkinkan seperti gambaran di atas. Guru tidak sekedar bergantung pada buku LKS yang dimiliki siswa meskipun dalam buku tersebut sudah ditata layaknya RPP. Guru tetap dan wajib kreatif sewaktu mengajar. Bervariasi menggunakan metode untuk satu Kompetensi Dasar. Bisa juga berdiskusi dengan peserta didik untuk KD ini sebaiknya menggunakan metode apa? Atau, guru dapat merekam keinginan siswa terkait dengan metode atau cara mengajar yang dimaui siswa melalui kegiatan refleksi di akhir pelajaran.













puisi

Mendung

Mendung bergelayut
tenang bak memayung alam
perlahan memudar
menjauh warna pekat
rerintik berjatuhan
tak beraturan
terterpa angin
mengawal hujan

Nov 2008


Gerimis Sekejap

Gerimis sekejap
bagai mengelap
debu dedaunan
aroma ampau
tak sekuat
tetes pertama
menyapa
tanah gersang
kerontang
dingin yang tak
terasakan
perlahan
bertukar
kepengapan.

Nov 2008

Minggu, 26 Juli 2009

Kebiasaan buruk komunikasi kita

Salah satu penyakit yang kurang mendapat perhatian dari manusia adalah kebiasaan berbicara kurang membiasakan mendengarkan. Kebiasaan berbicara seakan menjadi simbul bahwa manusia yang bisa berbicara adalah manusia yang mempunyai intelegensi cukup atau tinggi. Namun sayang kebiasaan tersebut tidak diikuti dengan kebiasaan mendengarkan. Sehingga terjadi kemacetan dialog yang menyaratkan komunikasi dua arah.
Padahal, kebiasaan mendengarkan merupakan kebiasaan yang dapat mengantarkan manusia pada level 'arif'. Kebiasaan ini bila dijaga secara konsisten sesuai tempat dan waktunya akan mengantarkan manusia pada kebiasaan mau memberi dan mau menerima. Tidak egois mau mendengar bahasa orang lain, mau mendengar keluhan orang, dan mau merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Ending dari kebiasaan mendengarkan menjadikan diri kita menjadi pendengar yang baik, sama artinya kita membina dan memupuk empati dan menghormati serta
menghargai sesama.
Disadari, memang tidak mudah apabila diri kita sudah dijangkiti penyakit hanya mau berbicara tetapi kurang suka mendengarkan. masalahnya penyakit ini sudah begitu akut menguasai ego kita. membuat kita merasa tidak perlu mendengarkan ucapan orang lain yang mungkin lebih bermutu dan rasional. Bahayanya penyakit ini menjadikan kita selalu melecehkan orang lain dan selalu mengangap oarang lain bodoh.
Oleh karena itu. belajar dan terus belajar memerangi kebiasaan tersebut bila suatu saat penyakit itu kambuh. Hal ini sebagai jalan untuk mencerahkan buram-buram dalam kebiasaan jelek yang kurang kita sadari. Sekedar mau mendengarkan ucapan orang lain yang berisi apapun akan menempatkan kita pada posisisi kematangan jiwa.
Apalagi bila saat mendengarkan kita lakukan dengan serius dan sungguh-sungguh menyimak pembicaraan orang lain sesekali menimpali hal yang penting maka peran kita sebagai komunikator akan semakin dihargai orang sebagaimana kita menghargai lawan bicara dengan kesungguhan. Dengan demikian kebiasaan kita menjadi pendengar yang baik mengurangi miscommunication atau meminta pembicara mengulang pembicaraannya.
akhirnya, kita harus berani belajar menekan kebiasaan buruk kita dalam berkomunikasi agar tercipta saling mengerti dan saling memahami. Sehingga perselisihan yang bersumber dari wacana dialog semakin dapat ditekan dan tidak melebar menjadi permusuhan yang tidak rasional.

Rabu, 22 Juli 2009

Watak Kita

watak yang dalam bahasa Inggris character bisa diartikan tabiat bawaan yang menjadi jatah seseorang. Watak bawaan sebagai produk original bilt in seseorang. Ia dihasilkan dari persilangan watak orang tuanya. Artnya watak seseorang tidak dapat dibentuk atau dikondisikan seperti main peran dalam sandiwara. Secara psokologis watak dapat dikondisikan sesuai aturan moral. Akan tetapi pengkondisian tersebut hanya bersifat sementara. Sehingga pada situasi tertentu akan kembali pada kondisi awal.

Watak sepertinya persoalan sepele. Padahal dialah yang paling sering berperan dalam segala tindakan manusia. Apabila ada seseorang yang selalu merasa paling benar dan paling pintar dalam segala urusan maka hal tersebut akan terjadi berulang-ulang tidak cukup sekali lalu seseorang tersebut menyadari. Di sinilah misteri watak manusia yang tidak dapat diukur oleh penampilan fisik manusia tersebut. Sehingga sampai saat ini belum ada klinik atau rumah sakit yang secara khusus mengobati atau memberi terapi terhadap 'penyakit' watak.

Watak akan tetap merajalela sepanjang manusia pemilik watak tidak berupaya memanajemen wataknya sebaik mungkin. Penegndalian watak dalam upaya memanaj dominasi watak bisa dilakukan dengan selalu mempelajari dan menganalisa watak yang dimiliki. Kalau kebetulan watak kita kaku atau kurang baik cobalah menekan setiap ada tekanan dari watak kita. Hal ini harus dilakukan berulang-ulang sampai kita benar-benar mampu mengendalikan watak kita.

Norma agama dan ilmu serta peradaban dapat dijadikan terapi unutk mengendalikan watak. Semakin kita menghayati norma agama yang kita anut, semakin luas ilmu pengetahuan kita juga semakin maju peradaban manusia seharusnya manusia semakin mampu mengendalikan atau bahkan kita mampu mengubah watak kita yang tida terpuji. tentu saja tidak begitu saja dapat dilakukan tanpa berniat secara tulus untuk mau berubah demi diri kita dan keindahan interaksi dengan sesama dan makhluk lain di muka bumi ini.

Hanya yang menjadi soal dan tetap menjadi persoalan manusia tidak pernah mau memahami apalagi menyadari kalau watak kita ternyata tidak terpuji. Bahkan terlalu bangga dengan tabiat kita. Sehingga tiak pernah ada upaya untuk selalu berusaha mengendalikan watak kita. Alhasil, akal dan otak kita yang menjadi mahkota dan pembeda kita dengan binatang tidak difungsikan sebagaimana fitrah kita sebagai makhluk yang diberi hak oleh Allah untuk berpikir. Celakanya kita selalu bersembunyi di balik slogan jawa bahwa watak tidak sama dengan watuk. Watuk (batuk) ada dan dapat diobati tetapi kalau watak tidak dapat diobati.



Selasa, 21 Juli 2009